Kamis, 18 September 2014

DI SUDUT RUANG PELAYANAN MASYARAKAT

 

Sabtu pagi emang enak buat mandiin motor, buat semua kerak-kerak yang menempel di badan motor. Tapi kok Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) atau yang sering disebut plat motor saya sudah lewat batas tahun nya. Sudah empat bulan.

Saya kemudian ingat jika plat TNKB di kota saya habis. Empat bulan yang lalu ketika saya membayar pajak motor petugas ketika itu bilang jika ketersediaan TNKB enam bulan mendatang.

Dari tempat cucian motor saya iseng nelpon petugas yang nomor hapenya tertera dibalik STNK. Nomor petugas tersebut memang diberikan untuk mengetahui status TNKB apakah sudah ada atau belum. Beruntungnya saya walau tidak harus menunggu TNKB baru sampai enam bulan penuh. Meluncurlah saya ke kantor Samsat langsung dari tempat cucian motor.

Sampai kantor samsat saya menuju tempat khusus pengambilan TNKB. Mudah, saya cukup bertanya pada petugas yang berada dekat saya, jawaban yang ramah sambil menunjukan arahnya. Kemudian saya menanyakan dimana loket pengambilan TNKB, karena ruangan yang ditunjukan oleh petugas sebelumnya ada banyak loket. Saya dengan mudah mendapatkan informasi loket yang saya butuhkan.

Seperti biasa, saya mengantri dan menunggu dipanggil. Setiap masyarakat yang namanya dipanggil ke loket, pas didepan loket ada adegan percakapan singkat dengan petugas didalamnya. Yah... saya sepertinya paham. Nama yang dipanggil berikutnya juga melakukan hal yang sama.

Nama saya dipanggil. Percakapan yang saya liat tadi selanjutnya saya alami.
Petugas didalam loket berkomunikasi singkat, "Berapa aja,pak.."

Saya paham. Saya ambil dua lembar uang dua ribu rupiah dari dalam tas saya. Kemudian saya melenggang keluar ruangan tersebut.

Ketika saya membayar pajak motor, semua saya bayarkan bahkan dengan denda keterlambatan pembayaran pajak. Petugas loket pembayaran juga sudah memberitahu bahwa saya juga membayarkan biaya pembuatan TNKB tersebut. Jadi, saya tinggal ambil aja TNKBnya.

Ketika TNKB telat datang hampir empat bulan, saya pun dikenakan biaya "Berapa aja" mungkin sebagai uang lelah menempa plat terbuat dari besi dan memberi kelir pada angka dan huruf di plat tersebut. Ah, 4000 rupiah untuk 5 tahun kedepan tak apalah, begitulah pikirku ketika meninggalkan kantor Samsat itu.

Disudut Ruang Lainnya

Pengalaman yang berbeda ketika saya urus legalisir SKCK. Buat pencari pekerjaan tentunya paham SKCK. Ketika pembuatan SKCK cukup mudah dan cepat, kebetulan saya tidak bisa melegalisir pada hari yang sama. Ketika saya akan melegalisir pada hari berikutnya, petugas "berapa aja" sempat mengajak saya berkomunikasi.

Seperti hal masyarakat lainnya, saya merasa ini praktek yang biasa... hahaha *malu*

Ketika saya ambil dompet, ternyata hanya ada selembar duit merah seratus ribu rupiah. Kok, saya baru ingat hari itu adalah tanggal tua. Dengan hati yang berat saya serahkan duit satu-satunya di dompet, petugas yang menerimana menanyakan "gada uang kecil aja?".

"berapa,pak?", tanya saya.
"terserah mas aja, kayak biasa aja", jawab petugas.
"biasanya bukanya legalisir gak bayar pak?", jawab saya.
"yaudah ambil aja,mas", sambil agak kesal dan memberikan balik uang seratus ribu saya.

Saya meninggalkan loket tersebut, ada rasa senang dihati entah kenapa. 

***
Tulisan tentang pengalaman saya mungkin banyak yang mengalaminya, praktek transaksi "berapa aja" udah membudaya di sudut-sudut ruang pelayanan masyarakat sehingga ketika memberikan uang kepada petugas tidak ada rasa bersalah. Padahal tau ini hal tidak benar. 

Seperti foto diatas, Mereka memang belum sempurna. Yuk, mari kita doakan agar mereka terus selalu berusaha. Ini Indonesia, kita, dilatih iklas di sudut ruang pelayanan masyarakat. Semoga Indonesia semakin bagus pelayanan masyarakatnya.

Salam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar