Jumat, 28 Maret 2014

Aksi Teatrikal "Cadas Pangeran"

Ada yang menarik dari Festival Prabu Geusan Ulun Sumedang, sebuah aksi teatrikal "Cadas Pangeran" dari anak-anak SMA Negeri Situraja.

Para anak SMA ini dengan muka coreng moreng dan bermuka sedih berjalan beriringan lengkap dengan kostum yang mengambarkan masa penjajahan.

Para pelajar cowok sambil berguling-guling di jalanan yang panas pada siang itu, sepertinya sedang menceritakan penderitaan rakyat Sumedang ketika dipaksa memahat batu "cadas" (keras) dalam proyek Daendels bikin Jalan Raya Pos. Saya kebetulan bisa identifikasi pemeran Daendels dalam aksi teater ini namun tidak menemukan Sang Pangeran Kornels Bupati Sumedang saat itu.

Festival Prabu Geusan Ulun di Sumedang

Bermodalkan sepeda motor (pinjam... hehehe) saya melaju menuju Sumedang dari kosan di Jatinangor. Sekedar ingin tahu seperti apa kota Sumedang itu. Sebelum masuk bedug Dzuhur saya sudah masuk kota ini yang ternyata sedang ada perayaan Festival Prabu Geusan Ulun. Pusat kota ditutup dan menyebabkan beberapa jalan macet karena Sumedang adalah jalur utama Bandung - Pantura. Motor saya harus beberapa berhenti karena dipersimpangan jalan mengantri truk besar dan bus antar provinsi.

Minggu, 23 Maret 2014

Ke Museum Geologi Bandung Yuk!

 Tidak sulit menemukan Museum Geologi Bandung. Gedung ini letaknya tidak terlalu jauh dengan Gedung Sate, ikon Kota Bandung. Bangunan berada di Jalan Diponegoro No. 57 ini adalah gedung peninggalan belanda yang berdiri sejak16 Mei 1928. Sejak awal bangunan ini memang sudah diperuntukan sebagai Laboratorium Geologi pada zaman kolonial yang memang ketika itu sedang mengeliat peneyelidikan geologi di Nusantara.

Bangunan dengan dua lantai ini memiliki banyak koleksi geologi baik dari dunia maupun yang ditemukan di Indonesia. Sebelum masuk kedalam Museum Geologi penunjung diharuskan membeli tiket. Harga Tiket Umum Rp. 3.000 sedangkan untuk Pelajar/Mahasiswa Rp. 2.000. Tiap pembelian mendapatkan bukti tiket yang lumayan dikoleksi sebagai kenang-kenangan.

FOTO : STUDY TOUR MUSEUM GEOLOGI

Berkesempatan ke Museum Geologi Bandung saya menemukan banyak sekali murid sekolah sedang study tour. Berikut dokumentasi bocah-bocah sekolah sedang menikmati Museum Geologi Bandung. Saya foto mengunakan kamera henpon, selamat menikmati.

Salam.


Senin, 17 Maret 2014

Geotoursm : Apasik?

Piknik Keluarga sedang menikmati singkapan batuan
Kemudian muncul istilah Geotoursm pada tahun 90'an. Geotoursm diartikan kedalam bahasa Indonesia menjadi geowisata. Ada yang pernah mendengar istilah geowisata sebelumnya?

 Apasik Geotourism

Saya coba paparkan beberapa definisi yang beredar tentang apasik geotoursm itu.

Istilah geowisata memang tergolong baru. Tersebutlah Dr. Thomas A Hose, seorang ahli Geologi Inggris, yang dipercaya yang pertama mempopulerkan istilah geotourism.
“The provision of interpretive and service facilities to enable tourists to acquire knowledge and understanding of the geology and geomorphology of a site (including its contribution to the development of the Earth sciences) beyond the level of mere aesthetic appreciation” (Hose,1995)

Minggu, 16 Maret 2014

Membiasakan Kebiasaan

Jadi begini...

Yang ingin saya share adalah kebiasaan olahraga. 3 bulan terakhir ini saya aktif olahraga, simple kok hanya lari pagi atau lari sore. Kadang saya bersepeda. Kadang saya renang. Aktif bukan berati saya setiap hari berolahraga, tapi saya mengusahakan minimal setiap minggu. Jarak tempuh olahraga saya juga gak hebat, kalo lari saya baru sanggup 5 kilometer tiap kegiatan, itu juga badan udah berasa mau rontok dan napas putus-putus haha... Saya bekerja dan sedang melajutkan studi, kadang harus atur jadwal agar bisa tetap sinergi kegiatan kerja, kuliah dan bermainnya :)

Saya memutuskan olahraga, niat pertama karena mau mengajak seseorang untuk mengurangi berat badannya. Selama ini saya nyuruh-nyuruh tok dan bergaya memberi motivasi tapi saya gak mengerjakannya dengan rutin. Hingga saya tau adik saya rutin olahraga dan menjaga makanan. Hingga saya tau senior saya di kampus rajin olahraga. Hingga saya tau beberapa kawan saya juga rajin olahraga dan memposting di media sosialnya. Bagi saya mereka yang berbagi kebiasaan baiknya di media sosial bukan sedang ingin riya --sombong.

Minggu, 09 Maret 2014

Krakatau (2) : Menuju Gunung Krakatau


Belum genap tugas Sang Rembulan bertugas, hampir melewati sepertiga malam, saya dan rombongan sudah harus terjaga dan segera menuju dermaga. Berangkat menuju Gunung Krakatau dari Pulau Sebesi harus sepagi mungkin. Ada banyak suguhan alam yang ditawarkan. Tentunya saya tidak ingin melewatkan Sang Surya yang terbangun dan menyinari Semburat Jingga Pagi diatas badan Krakatau.

Nampaknya mesin kapal kami sudah lama panas. Saya hanya bisa melihat lampu kapal dan sedikit jalan dermaga. Dunia masih lelap dan kelam saat itu. Hanya sedikit sinar dari langit. Kemanakah bintang dan cahaya rembulan bermain malam itu? Semoga Nona Mendung tidak datang pagi ini. Doa saya dalam kantuk.

Nelayan Kita


Kapal nelayan yang saya temukan di perairan Lampung Selatan. Keberadaan mereka memberikan bukti bahwa nenek moyang kita pelaut.

Jumat, 07 Maret 2014

Krakatau (1) : Menuju Pulau Sebesi

Dimana Indonesia? Bukan di Bali.
Semoga Dunia tidak melupakan sejarahnya.

Adalah sebuah sejarah ketika teknologi informasi sedang berkembang dengan ditemukannya telegraf bawah laut di planet Bumi ini dan Gunung Krakatau meletus dengan dasyatnya. Sebuah letusan yang menyebabkan perubahan iklim dunia berubah secara drastis selama dua setengah hari akibat abu vulkanik Gunung Krakatau yang menutupi atsmosfer planet ini.

Dengan ditemukannya telegraf bawah laut, dasyatnya letusan krakatau tercatat oleh sejarah manusia pada saat itu. Indonesia menjadi fokus lampu sorot Dunia pada tahun 1883. Sebuah letusan yang 30.000 kali lebih dasyat dari ledakan bom atom di Jepang diakhir Perang Dunia II.

Tahun 2012 saya mendapatkan kesempatan untuk mengenal atau sekedar melihat dan merasakan sisa dari Gunung Krakatau yang tersohor itu. Terletak di tengah Selat Sunda, antara Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa. Saya berangkat bertiga dengan adik-adik saya melalui Lampung.

Liat Setan? Awas setan



Menjelang sore, kapal yang saya tumpangi merapat di sebuah pulau yang berada ditengah Selat Sunda. Pulau Sebesi, pulau berpenduduk paling dekat dengan Gunung Anak Krakatau. Saya menangkap momen beberapa penduduk lokal dibalik sebuah bangku kayu sedang memperhatikan wisatawan yang baru saja tiba. Bangku itu terlihat "setan" yang ditulis menggunakan cat. Sebenarnya tulisan lengkapnya "Awas Setan".

Rabu, 05 Maret 2014

NASIONALIS

Jadi begini, ada pertanyaan pagi di dalam kepala saya. Apa Nasionalis itu?

Sebagai pelajar adalah hal menyebalkan --bagi saya, ketika itu-- kegiatan senin pagi dan sabtu sore. UPACARA BENDERA. Saya harus jujur, saat itu pernah ngumpet di kantin atau beberapa kawan berpura-pura sakit bobok di UKS. Entah mengapa ketika itu malas sekali berdiri tegap dan hormat ketika Upacara Bendara. Selalu ada hal yang dilakukan untuk iseng dengan kawan. Saya atau mungkin sebagian besar kawan, memang hanya iseng saja. Saling bercanda. Bukannya kami tidak menghormati Negeri ini dengan ledah ledeh pas uapacara bendera. 

Sesuatu yang dipaksakan memang memberikan banyak cara bagi remaja untuk membakar kebosanan paksaan itu. 'tul ga? 

Hampir 12 tahun wajib belajar saya tidak merakan sesuatu yang fantastis ketika bernyanyi Indonesia Raya pas upacara. Apakah kawan-kawan juga merasakan hal serupa?

Hingga suatu pagi beberapa tahun setelah saya terakhir mengikuti upacara bendera, saya berdiri diatas ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut. Saya berdiri diatas sisa tenaga yang sudah terkuras ketika melakukan pendakian, malam sebelumnya. Di atas puncak Merbabu, Jawa Tengah, semangat hidup saya terisi kembali bersamaan saya membentangkan Sang Saka Merah Putih dengan kedua lengan saya yang bergetar. Menyanyikan dengan lantang Lagu Indonesia Raya. Hari itulah saya merasakan magic moment dari sebuah upacara bendera.

Padahal, kalo dipikir kembali, buat apa saya membentangkan Bendara Merah Putih dengan kedua lengan saya diatas puncak merbabu? Lah, Merbabu kan gunung di Indonesia. Buat apa saya menandai Merah Putih di gunung ini sedangkan Indonesia sudah lama merdeka. Entah, saya ingin saja. Gagah sepertinya :)

Saya pun sering melihat para pendaki gunung yang membentangkan dengan sangat bangga bendera Merah Putih di setiap dokumentasi pendakian mereka. Saya benar ga? hehe..

Adalah para backpaker Indonesia yang berkeliling Dunia dan mendokumentasikan perjalannya dengan foto bersama bendera Merah Putih. Sekarang, saya juga sering melihat para peserta kegiatan marathon yang diadakan di luar negeri. Perhatian semua foto-foto itu, mereka bangga membentangkan bendera Merah Putih.

Satu lagi deh.. pernah merasakan aura membara Gelora Bung Karno ketika pertandingan sepok bola melawan negara tetangga? Jujur saya belum pernah hehe.. Berdasarkan cerita beberapa kawan yang bernah mengalami ditambah cerita adik perempuan saya, katanya CADAS abis! Bahkan mereka menitikan air mata ketika satu GBK menyanyikan Indonesia Raya. Sudah pasti, seperti yang saya liat di tipi, ada bendera merah Putih segede-gede gaban.

so, apakah para pendaki gunung, para peserta marathon dan suporter sepak bola itu Nasionalis?
Apakah mereka pernah boring Upacara Bendera ketika mereka sekolah dulu?

Sekian.
Salam.


Selasa, 04 Maret 2014

NyekerRun!

Jadi begini..

Sebab keteledoran saya lupa membawa sepatu olahraga --bukan sepatu khusus lari memang. Padahal, botol minum sudah terisi penuh, baju ganti pun tak lupa, dan playlist di hp sudah siap. Hari itu istimewa karena saya kedatangan buddy, adik yang sedang pulang kerumah. wah sayang sekali jika tidak jadi lari maka saya memutuskan untuk NyekerRun atau istilah kerennya Barefoot.

Kawasan Universitas Indonesia bisa dibilang ramah lingkungan bagi NyekerRun seperti saya, setidaknya itu yang saya rasakan. Trotoar yang bersih dan memberi rasa aman bagi sikil saya dari ketuncep krikil atau benda tajam yang berbahaya.

Alhamdulillah saya bisa mendapatkan jarak 5K mengelilingi kampus Univ. Indonesia di minggu pagi. 

Senin, 03 Maret 2014

Cewek Paling Badung di Sekolah


Buku ini menceritakan tentang seorang gadis bernama Elizabeth Allen. Seorang anak tunggal dari pasangan orang tua yang tajiir abis. Tipikal bocah manja yang serba tercukupi membuat Elizabeth badung setengah hidup. Sampai suatu ketika, Elizabeth harus bersekolah di sebuah sekolah yang berasrama.

Bisa diduga jika pada awalnya Elizabeth menolak keras untuk sekolah di asrama dan berjanji pada dirinya akan membuat onar selama ia sekolah tersebut. Bocah badung ini berpendapat jika ia membuat keonaran maka hanya butuh tengah semester saja ia tinggal di asrama dan selanjutnya dikeluarkan dari sekolah tersebut.

Buku karangan Enid Blyton ini membawa pembaca kedalam perjalanan hidup seorang gadis egois yang menemukan sebuah dunia baru di sekolah barunya. Ketika akhirnya Elizabeth menemukan -- tentunya dia memilih sendiri-- untuk bersahabat dengan seorang gadis pemurung bernama Joan membuat hari-hari Elizabeth berbeda. Bahkan persabahatan mereka meubah keseharian Joan yang sedih. Ketika Elizabeth menemukan kesenangan dalam bermain piano dan berkebun menjadi proses hidup yang cukup memberi arti baginya.