Tampilkan postingan dengan label Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Indonesia. Tampilkan semua postingan

Minggu, 31 Agustus 2014

#7

#7 saya ikut lomba lari. perdana dengan jarak 17 K. kaki keram, lutut sakit dan tidak dapat medali 1000 finishers pertama. namun, saya sampai finishline. Alhamdulillah.

Jumat, 28 Maret 2014

Aksi Teatrikal "Cadas Pangeran"

Ada yang menarik dari Festival Prabu Geusan Ulun Sumedang, sebuah aksi teatrikal "Cadas Pangeran" dari anak-anak SMA Negeri Situraja.

Para anak SMA ini dengan muka coreng moreng dan bermuka sedih berjalan beriringan lengkap dengan kostum yang mengambarkan masa penjajahan.

Para pelajar cowok sambil berguling-guling di jalanan yang panas pada siang itu, sepertinya sedang menceritakan penderitaan rakyat Sumedang ketika dipaksa memahat batu "cadas" (keras) dalam proyek Daendels bikin Jalan Raya Pos. Saya kebetulan bisa identifikasi pemeran Daendels dalam aksi teater ini namun tidak menemukan Sang Pangeran Kornels Bupati Sumedang saat itu.

Minggu, 23 Maret 2014

Ke Museum Geologi Bandung Yuk!

 Tidak sulit menemukan Museum Geologi Bandung. Gedung ini letaknya tidak terlalu jauh dengan Gedung Sate, ikon Kota Bandung. Bangunan berada di Jalan Diponegoro No. 57 ini adalah gedung peninggalan belanda yang berdiri sejak16 Mei 1928. Sejak awal bangunan ini memang sudah diperuntukan sebagai Laboratorium Geologi pada zaman kolonial yang memang ketika itu sedang mengeliat peneyelidikan geologi di Nusantara.

Bangunan dengan dua lantai ini memiliki banyak koleksi geologi baik dari dunia maupun yang ditemukan di Indonesia. Sebelum masuk kedalam Museum Geologi penunjung diharuskan membeli tiket. Harga Tiket Umum Rp. 3.000 sedangkan untuk Pelajar/Mahasiswa Rp. 2.000. Tiap pembelian mendapatkan bukti tiket yang lumayan dikoleksi sebagai kenang-kenangan.

Minggu, 09 Maret 2014

Krakatau (2) : Menuju Gunung Krakatau


Belum genap tugas Sang Rembulan bertugas, hampir melewati sepertiga malam, saya dan rombongan sudah harus terjaga dan segera menuju dermaga. Berangkat menuju Gunung Krakatau dari Pulau Sebesi harus sepagi mungkin. Ada banyak suguhan alam yang ditawarkan. Tentunya saya tidak ingin melewatkan Sang Surya yang terbangun dan menyinari Semburat Jingga Pagi diatas badan Krakatau.

Nampaknya mesin kapal kami sudah lama panas. Saya hanya bisa melihat lampu kapal dan sedikit jalan dermaga. Dunia masih lelap dan kelam saat itu. Hanya sedikit sinar dari langit. Kemanakah bintang dan cahaya rembulan bermain malam itu? Semoga Nona Mendung tidak datang pagi ini. Doa saya dalam kantuk.

Nelayan Kita


Kapal nelayan yang saya temukan di perairan Lampung Selatan. Keberadaan mereka memberikan bukti bahwa nenek moyang kita pelaut.

Jumat, 07 Maret 2014

Krakatau (1) : Menuju Pulau Sebesi

Dimana Indonesia? Bukan di Bali.
Semoga Dunia tidak melupakan sejarahnya.

Adalah sebuah sejarah ketika teknologi informasi sedang berkembang dengan ditemukannya telegraf bawah laut di planet Bumi ini dan Gunung Krakatau meletus dengan dasyatnya. Sebuah letusan yang menyebabkan perubahan iklim dunia berubah secara drastis selama dua setengah hari akibat abu vulkanik Gunung Krakatau yang menutupi atsmosfer planet ini.

Dengan ditemukannya telegraf bawah laut, dasyatnya letusan krakatau tercatat oleh sejarah manusia pada saat itu. Indonesia menjadi fokus lampu sorot Dunia pada tahun 1883. Sebuah letusan yang 30.000 kali lebih dasyat dari ledakan bom atom di Jepang diakhir Perang Dunia II.

Tahun 2012 saya mendapatkan kesempatan untuk mengenal atau sekedar melihat dan merasakan sisa dari Gunung Krakatau yang tersohor itu. Terletak di tengah Selat Sunda, antara Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa. Saya berangkat bertiga dengan adik-adik saya melalui Lampung.

Liat Setan? Awas setan



Menjelang sore, kapal yang saya tumpangi merapat di sebuah pulau yang berada ditengah Selat Sunda. Pulau Sebesi, pulau berpenduduk paling dekat dengan Gunung Anak Krakatau. Saya menangkap momen beberapa penduduk lokal dibalik sebuah bangku kayu sedang memperhatikan wisatawan yang baru saja tiba. Bangku itu terlihat "setan" yang ditulis menggunakan cat. Sebenarnya tulisan lengkapnya "Awas Setan".

Rabu, 05 Maret 2014

NASIONALIS

Jadi begini, ada pertanyaan pagi di dalam kepala saya. Apa Nasionalis itu?

Sebagai pelajar adalah hal menyebalkan --bagi saya, ketika itu-- kegiatan senin pagi dan sabtu sore. UPACARA BENDERA. Saya harus jujur, saat itu pernah ngumpet di kantin atau beberapa kawan berpura-pura sakit bobok di UKS. Entah mengapa ketika itu malas sekali berdiri tegap dan hormat ketika Upacara Bendara. Selalu ada hal yang dilakukan untuk iseng dengan kawan. Saya atau mungkin sebagian besar kawan, memang hanya iseng saja. Saling bercanda. Bukannya kami tidak menghormati Negeri ini dengan ledah ledeh pas uapacara bendera. 

Sesuatu yang dipaksakan memang memberikan banyak cara bagi remaja untuk membakar kebosanan paksaan itu. 'tul ga? 

Hampir 12 tahun wajib belajar saya tidak merakan sesuatu yang fantastis ketika bernyanyi Indonesia Raya pas upacara. Apakah kawan-kawan juga merasakan hal serupa?

Hingga suatu pagi beberapa tahun setelah saya terakhir mengikuti upacara bendera, saya berdiri diatas ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut. Saya berdiri diatas sisa tenaga yang sudah terkuras ketika melakukan pendakian, malam sebelumnya. Di atas puncak Merbabu, Jawa Tengah, semangat hidup saya terisi kembali bersamaan saya membentangkan Sang Saka Merah Putih dengan kedua lengan saya yang bergetar. Menyanyikan dengan lantang Lagu Indonesia Raya. Hari itulah saya merasakan magic moment dari sebuah upacara bendera.

Padahal, kalo dipikir kembali, buat apa saya membentangkan Bendara Merah Putih dengan kedua lengan saya diatas puncak merbabu? Lah, Merbabu kan gunung di Indonesia. Buat apa saya menandai Merah Putih di gunung ini sedangkan Indonesia sudah lama merdeka. Entah, saya ingin saja. Gagah sepertinya :)

Saya pun sering melihat para pendaki gunung yang membentangkan dengan sangat bangga bendera Merah Putih di setiap dokumentasi pendakian mereka. Saya benar ga? hehe..

Adalah para backpaker Indonesia yang berkeliling Dunia dan mendokumentasikan perjalannya dengan foto bersama bendera Merah Putih. Sekarang, saya juga sering melihat para peserta kegiatan marathon yang diadakan di luar negeri. Perhatian semua foto-foto itu, mereka bangga membentangkan bendera Merah Putih.

Satu lagi deh.. pernah merasakan aura membara Gelora Bung Karno ketika pertandingan sepok bola melawan negara tetangga? Jujur saya belum pernah hehe.. Berdasarkan cerita beberapa kawan yang bernah mengalami ditambah cerita adik perempuan saya, katanya CADAS abis! Bahkan mereka menitikan air mata ketika satu GBK menyanyikan Indonesia Raya. Sudah pasti, seperti yang saya liat di tipi, ada bendera merah Putih segede-gede gaban.

so, apakah para pendaki gunung, para peserta marathon dan suporter sepak bola itu Nasionalis?
Apakah mereka pernah boring Upacara Bendera ketika mereka sekolah dulu?

Sekian.
Salam.


Sabtu, 28 Desember 2013

Karimunjawa dan PSA Penyu

Jadi begini ceritanya...

Perahu layar itu sampai juga di Pulau Menjangan. Hampir putus napas saya dipaksa mendayung di tengah laut karena tiba-tiba angin hilang! haha

Berangkat dari pulau Karimunjawa menuju lokasi Penetasan Semi Alami (PSA) Penyu Karimunjawa. Entah kenapa, bapak pembimbing PKL saya menggunakan perahu layar untuk menyebrang. Kata beliau, "cuaca cerah, angin bersahabat" dan sebagai pendatang saya percaya saja. Namun, Tuhan punya kehendak lain di habiskanNya angin ketika perahu layar saya tepat ditengah antara Pulau Karimunjawa dengan Pulau Menjangan.

Tersebutlah pengalaman saya diatas tentang Praktek Kerja Lapangan tentang Konservasi Penyu di Karimunjawa.

Di Pulau Menjangan ada sebuah rumah semi terbuka. Beratapkan seng dengan dinding terbuat dari jaring-jaring kawat. Lantai dari rumah tersebut terbuat dari pasir pantai, lebih tepatnya tidak berubin. Nah, didalam rumah itu ada beberapa ember yang berisi telur penyu.

Telur penyu yang terdapat di dalam ember itu adalah sebuah upaya konservasi. Telur-telur penyu itu diambil dari lokasi sarang alaminya. Kemudian dipindahkan ke PSA (Penetasan Semi Alami) agar telur penyu itu punya kesempatan menetas yang tinggi menjadi tukik.

Dalam kesempatan PKL ini saya mempunyai kesempatan belajar tentang proses tagging.

Tagging adalah upayainventarisa si penyu yang melintas di perairan Karimunjawa. Semua penyu yang kebetulan melintas atau tertangkap jaring oleh nelayan akan di inventarisasi. Proses tagging itu sendiri adalah men-steples penyu dengan logam anti karat yang memiliki nomor khusus.

Upaya inventarisasi penyu, diantaranya berupa:
Menimbang berat penyu, mengukur panjang dan lebar karapas, mencatat jenis penyu dan jenis kelaminnya.

sayangnya, foto-foto dan dokumentasi saya sampai 2009 akhir hilang semua. saya tidak punya foto dan kenangan selama di Karimunjawa.

Sekian.

Selasa, 12 Februari 2013

BIAK - PAPUA

Saya pernah mendapat kesempatan ke Papua. Pulau Biak lebih tepatnya. Sebuah pengalaman yang ketika itu bisa saya dapatkan karena tugas kantor. Kira-kira tahun 2011 lalu.

Saya menjadi instruktur untuk penggunaan Fish Finder (FF) dan GPS kepada para nelayan. Pengalaman saya, nelayan Biak itu sopan-sopan. Tapi, panas banget sob! sumpe gue berkeringat hebatlah..

Kontur dasar launya cadas! gak flat, naik turun. dalam 100m perjalan perahu kita bisa dapet perbedaan kedalaman yang ekstreem. jadi, lima menit perahu angkat jangkar kedalaman masih 10 m (misalnya), sepuluh menit kemudian kedalaman laut berdasarkan data Sonar di FF sudah 100-an m. Maju dikit perahu, kedalaman udah 200-an m.

Antusiasme neyalan biak pun sangat ciamik. Perahu yang kita pakai untuk praktek alat di lapangan tidak terlalu besar.

Pantai Biak itu endaaaaaahhhh abeeeesss.....!!!!

Sebenernya saya mencari ulat sagu, karena penasaran. Namun, di Biak tidak banyak ulat sagu. Saya mencoba Pinang, khas Papua sekali. Setelah mencoba pinang, yang saya rasakan seperti minum beralkohol. "naik-nya" lumayan cepat dan langsung pening-pening kepala. Beberapa kawan kantor bilang, pinang memang mengandung kadar alkohol. entah lah :)

Ini adalah warung penjualan Pinang dan Kapur
Merah-merah bukti nyoba pinang

Selasa, 27 November 2012

Konservasi Penyu

gue punya sedikit pengalaman tentang konservasi penyu.

Ketika itu 2008 awal. gue ambil Kerja Praktek (UNDIP: Praktek Kerja Lapangan) di Taman Nasional Karimunjawa, Jawa Tengah. Setelah melalui berbagai macam centang parentang ganti judul dan diskusi yang alot dengan dosen dan orang balai, gue tertarik untuk mengamati konservasi penyu.

kenapa penyu?
karena enam dari 7 jenis penyu di dunia ada di Indonesia. dua diantaranya sering berseliweran di perairan Karimunjawa: Penyu Sisik dan Penyu Hijau. Kurang lebih 3 minggu gue di Karimunjawa. Selama itu pula gue belajar banyak tentang konservasi penyu disana. berikut cerita gue.

foto dari google

Mari kita mulai dengan Penetasan Semi Alami.

Penetasan Semi Alami (PSA) adalah metode konservasi untuk mendapatkan survival rate telur menetas yang tinggi. secara teknisnya, mengambil telur penyu dari sarang alami dan dipindahkan ke sarang penetasan semi alami. dengan dipindahkannya telur tersebut, maka meminimalisir predator alami dari telur penyu tersebut: biawak, ular, tikus bahkan menjaga dari tangan-tangan usil manusia.

dari sarang alami, telur dimasukan ke dalam ember-ember bekas cat yang sudah dimodifikasi. bagian bawah ember di lubangi agar air tidak tertahan di dalam ember yang akan menyebabkan kebusukan telur. sebelum dimasukan telur, dasar ember sudah diisi setengah bagian dengan pasir di lokasi sarang alami. kemudian baru telur dimasukan yang selanjutnya ditimbun kembali dengan pasir.

ember-ember yang sudah terisi dengan telur kemudian di distribusikan ke PSA.
di PSA ember ember yang sudah berisi telur telur di pendam kembali atau di kubur di dalam pasir. lokasi PSA pun sudah dilokalisir. tertutup dengan jaring jaring kawat yang aman dari predator bilogi ataupun dari hujan dan panas terik.

selama telur-telur penyu di PSA, suhu sarang selalu dipantau oleh petugas taman nasional.

ketika telur penyu menetas menjadi tukik, biasanya tidak langsung diliris kelaut. namun di pindahlan kedalam kolam buatan dan rutin diberi makan. setelah dikira tukik tukik tersebut kuat di lepas kelaut, saat itulah tukik penyu mengadapi habitat aslinya.

Kamis, 12 April 2012

SAWAH LUNTO

dampak dari sebuah Revolusi Industri, ketika tambang batubara ditemukan di sebuah lembah Sawah Lunto, adalah sebuah budaya Kereta Api yang menjadi bagian dari sejarah kota ini.

STASIUN SAWAH LUNTO

Senin, 28 November 2011

Praktek Alat: Biak, Papua


Salah satu kegiatan praktek alat GPS-FISHFINDER di Perairan Pulau Biak,Papua. adalah program soasialisai pemanfaatan data satelit untuk Zona Potensi Penangkapan Ikan yang dilakukan di Pulau Biak, Papua. Tampak antusiasme nelayan. November 2011

Stasiun Bumi LAPAN-ISRO, Biak-Papua


Salah satu satelit bumi (ground station) milik LAPAN bekerjasama dengan ISRO (India) di Pulau Biak, Papua. November 2011

Jumat, 11 November 2011

Ikan Asin


Ikan asin, salah satu penggerak ekonomi masyarakat di pulau-pulau kecil Indonesia. Proses pengolahan ikan asin di Takaran.

Rabu, 02 November 2011

Kegiatan di Pelabuhan Tarakan, Kalimantan Utara


Salah satu kegiatan ekomomi, mengangkut dan pemindahaan barang dagangan, di pelabuhan Tarakan-Kalimantan Timur.

Senin, 31 Oktober 2011

Jalan Kayu


sebuah jalan kayu diatas laut, menghubungkan harap dan cemas. menghubungkan doa dan raga. jalan kayu yang lugu diatas laut Tarakan-Kalimantan.

Sedikit Tentang: Pulau Terluar


Republik Indonesia adalah Negara kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985. Indonesia memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan.

Dari 17.506 pulau tersebut terdapat Pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga. Berdasarkan hasil survei Titik Dasar yang telah dilakukan DISHIDROS TNI AL, untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia pada 29 Desember 2005. Sebanyak 92 pulau di wilayah Indonesia berbatasan langsung dengan negara tetangga di antaranya: Malaysia (22), Vietnam (2), Filipina (11), Palau (7), Australia (23), Timor Leste (10), India (13), Singapura (4) dan Papua Nugini (1). Ke-92 pulau tersebut tersebar di 18 provinsi Indonesia yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (6), Sumatra Utara (3), Kepulauan Riau (20), Sumatra Barat (2), Bengkulu (2), Lampung (1), Banten (1), Jawa Barat (1), Jawa Tengah (1), Jawa Timur (3), Nusa Tenggara Barat (1), Nusa Tenggara Timur (5), Kalimantan Timur (4), Sulawesi Tengah (3), Sulawesi Utara (11), Maluku Utara (1), Maluku (18), Papua (6) dan Papua Barat (3).

Sudah saat nya Indonesia memperhatikan pulau-pulau terluar –yang biasanya jauh dari perhatian pemerintah dan daerah terpencil. Hal terpenting adalah pengawasan terhadap pulau-pulau terluar sebagai bagian dari upaya menjaga pertahanan dan keutuhan NKRI, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan Indonesia. Juga dibutuhkan basis data nasional untuk informasi geospasial wilayah NKRI yang akurat dan terbarui.

Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan terhadap perubahan-perubahan pulau terluar yang berbatasan dengan negara lain adalah :
1. Hilangnya pulau secara fisik akibat perubahan kondisi alam atau karena kesengajaan manusia.
2. Hilangnya pulau secara kepemilikan, akibat perubahan status kepemilikan akibat pemaksaan militer atau sebagai sebuah ketaatan pada keputusan hukum. Masih ingat kasus sipadan-ligitan?
3. Hilang secara sosial dan ekonomi, akibat praktek ekonomi dan sosial dari masyarakat di pulau tersebut. Misalnya pulau yang secara turun temurun didiami oleh masyarakat dari negara lain.

*dari berbagai sumber*

Monday, May 9, 2011 at 8:49am